Sunarji Harahap, M.M Dosen Fakultas Ekonomi Bisnis Islam (FEBI) Universitas Islam Negeri Sumatera Utara dan PENGAMAT EKONOMI SYARIAH

Peran Syariah dalam Fungsi Manajemen

SUARAMEDANNEWS.com, Medan – Dalam pandangan Islam, segala sesuatu harus dilakukan secara rapi, benar, tertib dan teratur. Proses-prosesnya harus diikuti dengan baik. Sesuatu tidak boleh dilakukan secara asal-asalan. Hal ini merupakan prinsip utama dalam ajaran Islam. Rasulullah. Bersabda dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Imam Thabrani, ”Sesungguhnya Allah sangat mencintai orang yang jika melakukan sesuatu pekerjaan, dilakukan secara itqan (tepat waktu, terarah, jelas dan tuntas). Arah pekerjaan yang jelas, landasan yang mantap, dan cara mendapatkannya yang transparan merupakan amal perbuatan yang dicintai oleh Allah. Sebenarnya, manajemen dalam arti mengatur segala sesuatu agar dilakukan dengan baik, cepat, dan tuntas merupakan hal yang disyariatkan dalam ajaran Islam.

Dalam konsep manajemen syariah adalah perilaku yang terkait dengan nilai-nilai keimanan dan ketauhidan, setiap perilaku orang yang terlibat dalam sebuah kegiatan dilandasi dengan nilai tauhid, maka diharapkan perilakunya akan terkendali dan tidak terjadi perilaku KKN (korupsi, kolusi, dan nepotisme) karena menyadari adanya pengawasan dari yang Maha Tinggi, yaitu Allah yang akan mencatat setiap amal perbuatan yang baik maupun yang buruk. Hal ini berbeda dengan perilaku dalam manajemen konvensional yang sama sekali tidak terkait bahkan terlepas dari nilai-nilai tauhid. Orang-orang yang menerapkan manajemen konvensional tidak merasa adanya pengawasan yang melekat, kecuali semata-mata pengawasan dari pemimpin atau atasan. Setiap kegiatan dalam manajemen syariah, diupayakan menjadi amal saleh yang bernilai abadi.

mengelobarasi beberapa contoh manajemen yang dicontohkan oleh para Nabi. Nabi Adam misalnya, dengan persitiwa perselisihan yang terjadi pada putra-putranya sampai pada pembunuhan antara Habil dan Qabil karena ada pihak yang melanggar peraturan dalam memilih pasangan. Ini bentuk manajemen dimana diterapkan sebuah aturan-aturan, jika dilanggar maka akan menyebabkan sesuatu yang fatal.

Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail juga mencotohkan proses manajemen dimana perintah-perintah dari Allah yang sifatnya mutlak ia lakukan dengan proses-proses dialogis kepada pengikutnya supaya dijalankan dengan kesadaran. Dan terakhir manajemen yang dicontohkan Rasulullah dengan menempatkan orang pada posisi yang tepat (right man on the right place). Inilah beberapa contoh manajemen syariah yang dicontohkan para Nabi.

Manajemen dalam organisasi merupakan suatu proses aktivitas penentuan dan pencapaian tujuan bisnis melalui pelaksanaan empat fungsi dasar, yaitu planning, organizing, actuating, dan controlling dalam penggunaan sumber daya organisasi. Oleh karena itu, aplikasi manajemen organisasi perusahaan hakikatnya adalah juga amal perbuatan SDM organisasi. Oleh karena itu, aplikasi manajemen organisasi perusahaan hakikatnya adalah juga amal perbuatan SDM organisasi perusahaan yang bersangkutan.

Manajemen Syari’ah adalah suatu pengelolaan semua sumber daya yang dimiliki untuk memperoleh hasil optimal yang bemuara pada pencarian keridhaan Allah

Ada empat pilar etika manajemen bisnis dalam perspektif Islam seperti yang dicontohkan oleh nabi Muhammad SAW, yaitu tauhid, adil, kehendak bebas, dan tanggung jawab. Keempat pilar tesebut akan membentuk konsep etika manajemen yang fair ketika melakukan kontrak-kontrak kerja dengan perusahaan lain ataupun antara pimpinan dengan bawahan.

fungsi manajemen terikat dengan hukum-hukum syara’ (syariat Islam). Fungsi manajemen sebagaimana kita ketahui ada empat yang utama, yaitu: perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), pergerakan/pengarahan (actuating), dan pengawasan (controlling).

Syariah dalam Fungsi Perencanaan

  1. Perencanaan bidang SDM.

Permasalahan utama bidang SDM adalah penetapan standar perekrutan SDM. Implementasi syariah pada bidang ini dapat berupa penetapan profesionalisme yang harus dimiliki oleh seluruh komponen SDM perusahaan. Kriteria profesional menurut syariah adalah harus memenuhi 3 unsur, yaitu kafa’ah (ahli di bidangnya), amanah (bersungguh-sungguh dan bertanggung jawab), memiliki etos kerja yang tinggi (himmatul ‘amal).

  1. Perencanaan Bidang Keuangan

Permasalahan utama bidang keuangan adalah penetapan sumber dana dan alokasi pengeluaran. Implementasi syariah pada bidang ini dapat berupa penetapan syarat kehalalan dana, baik sumber masukan maupun alokasinya. Maka, tidak pernah direncanakan, misalnya, peminjaman dana yang mengandung unsur riba, atau pemanfaatan dana untuk menyogok pejabat.

  1. Perencanaan Bidang Operasi/produksi

Implementasi syariah pada bidang ini berupa penetapan bahan masukan produksi dan proses yang akan dilangsungkan. Dalam dunia pendidikan, mislanya, inputnya adalah SDM Muslim dan proses pendidikannya ditetapkan dengan menggunakan kurikulum yang Islami. Dalam Industri pangan, maka masukannya adalah bahan pangan yang telah dipastikan kehalalannya. Sementara proses produksinya ditetapkan berlangsung secara aman dan tidak bertentangan dengan syariah.

  1. Perencanaan bidang pemasaran.

Implementasi syariah pada bidang ini dapat berupa penetapan segmentasi pasar, targeting dan positioning, juga termasuk promosi. Dalam dunia pendidikan, mislanya, segmen yang dibidik adalah SDM muslim. Target yang ingin dicapai adalah output didik (SDM) yang profesional. Sedangkan posisi yang ditetapkan adalah lembaga yang memiliki unique position sebagai lembaga pendidikan manajemen syariah. Dalam promosi tidak melakukan kebohongan, penipuan ataupun penggunaan wanita tanpa menutup aurat sempurna.

 

Peran Syariah dalam Pengorganisasian.

Berikut ini adalah beberapa Implementasi syariah dalam fungsi pengorganisasian:

  1. Aspek Struktur

Pada aspek ini syariah di implementasikan pada SDM yaitu hal-hal yang berkorelasi dengan faktor Profesionalisme serta Aqad pekerjaan. Harus dihindarkan penempatan SDM pada struktur yan tidak sesuai dengan kafa’ah-nya atau dengan aqad pekerjaannya. Yang pertama akan menyebabkan timbulnya kerusakan, dan yang kedua bertentangan dengan keharusan kesesuaian antara aqad dan pekerjaan.

  1. Aspek Tugas dan Wewenang

Implementasi syariah dalam hal ini terutama di tekankan pada kejelasan tugas dan wewenang masing-masing bidang yang diterima oleh para SDM pelaksana berdasarkan kesanggupan dan kemampuan masing-masing sesuai dengan aqad pekerjaan tersebut.

  1. Aspek Hubungan

Implementasi syariah pada aspek ini berupa penetapan budaya organisasi bahwa setiap interaksi antar SDM adalah hubungan muamalah yang selalu mengacu pada amar ma’ruf dan nahi munkar.

 

Peran Syariah dalam Pengarahan

Berikut ini adalah beberapa Implementasi syariah dalam fungsi pengarahan adalah merupakan tugas utama dari fungsi kepemimpinan.

Fungsi kepemimpinan selain sebagai penggembala (pembimbing, pengarah, pemberi solusi dan fasilitator), maka implementasi syariah dalam fungsi pengarahan dapat dilaksankan pada dua fungsi utama dari kepemimpinan itu sendiri, yakni fungsi pemecahan masalah (pemberi solusi) dan fungsi sosial (fasilitator). Pertama, fungsi pemecahan masalah. Mencakup pemberian pendapat, informasi dan solusi dari suatu permasalahan yang tentu saja selalu disandarkan pada syariah, yakni dengan di dukung oleh adanya dalil, argumentasi atau hujah yang kuat. Fungsi ini diarahkan juga untuk dapat memberikan motivasi ruhiyah kepada para SDM organisasi.

  1. Motivasi

Seorang pemimpin bertugas untuk memotivasi, mendorong dan memberi keyakinan kepada orang yang dipimpinnya dalalm suatu entitas atau kelompok, baik itu individu sebagai entitas terkecil sebuah komunitas ataupun hingga skala negara, untuk mencapai tujuan sesuai dengan kapasitas kemampuan yang dimiliki. Pemimpin harus dapat memfasilitasi anggotanya dalam mencapai tujuannya. Maka dalam hal motivasi ini seorang pemimpin harus dapat memberikan kekuatan ruhiyah. Kekuatan yang muncul karena adanya kesadaran akibat pemahaman (mafhum) akan maksud dan tujuan yang mendasari amal perbuatan yang dilakukan. Oleh karena itu wajib bagi pemimpin untuk memberikan pemahaman dan motivasi kepada setiap orang yang dipimpinnya, agar perbuatan mereka dapat dilaksanakn dengan baik dan sempurna, tidak keluar dari tanggung jawab dan wewenangnya.

  1. Fasilitator

Kedua, fungsi sosial. Fungsi sosial yang berhubungan dengan interaksi antar anggota komunitas dalam menjaga suasana kebersamaan tim agar tetap sebagai team (together everyone achieve more). Setiap anggotanya harus dapat bersinergi dalam kesamaan visi, misi dan tujuan organisasi. Suasana tersebut dapat diringkas dalam formula three in one (3 in 1), yakni kebersamaan seluruh anggota dalam kesatuan bingkai thinking-afkar (ide atau pemikiran), feeling-masyair (perasaan) dan rule of game-nidzam (aturan bermain). Tentu saja interaksi yang terjadi berada dalam koridoramar ma’ruf dan nahi munkar.

 

Peran Syariah dalam pengontorolan

Fungsi manajerial pengawasan adalah untuk mengukur dan mengoreksi prestasi kerja bawahan guna memastikan bahwa tujuan organisasi disemua tingkat dan rencana yang di desain untuk mencapainya, sedang dilaksanakan. Pengawasan membutuhkan prasyarat adanya perencanaan yang jelas dan matang serta struktur organisasi yang tepat. Dalam konteks ini, implementasi syariah diwujudkan melalui tiga pilar pengawasan, yaitu:

  1. Ketaqwaan individu. Seluruh personel SDM perusahaan dipastikan dan dibina agar menjadi SDM yang bertaqwa.
  2. Kontrol anggota. Dengan suasana organisasi yang mencerminkan formula TEAM, maka proses keberlangsungan organisasi selalu akan mendapatkan pengawalan dari para SDM-nya agar sesuai dengan arah yang telah ditetapkan.
  3. Penerapan (supremasi) aturan. Organisasi ditegakkan dengan aturan main yang jelas dan transparan serta-tentu saja-tidak bertentangan dengan syariah.

 

Ada beberapa hal ini dapat kita lihat perbedaaan manajemen syariah dengan manajemen konvensional :

  1. Konsep dan Filosofi Dasar

Perbedaan yang mendasar antara pemasaran syariah dan pemasaran konvensional adalah dari filosofi dasar yang melandasinya. Pemasaran konvensional merupakan pemasaran yang bebas nilai dan tidak mendasarkan ke-Tuhanan dalam setiap aktivitas pemasarannya. Sedangkan dalam pemasaran berbasis syari’ah berdasarkan apa yang telah menjadi tuntunan ummat islam yakni tuntunan yang ada dalam Al-qur’an dan Hadits.

 

  1. Etika Pemasaran

Seorang pemasar syari’ah sangat memegang teguh etika dalam melakukan pemasaran kepada calon konsumennya. Ia akan sangat menghindari memberikan janji bohong, ataupun terlalu melebih-lebihkan produk yang ditawarkan. Seorang pemasar syari’ah akan secara jujur menceritakan kelebihan dan kekurangan produk yang ditawarkannya. Hal ini merupakan praktik perniagaan yang pernah dipraktekkan oleh Rasulullah SAW.

  1. Pendekatan terhadap Konsumen

Konsumen dalam pemasaran syari’ah diletakkan sebagai mitra sejajar, dimana baik perusahaan sebagai penjual produk maupun konsumen sebagai pembeli produk berada pada posisi yang sama. Perusahaan tidak menganggap konsumen sebagai “sapi perah” untuk membeli produknya, namun perusahaan akan menjadikan konsumen sebagai mitra dalam pengembangan perusahaan.

Berbeda dalam pemasaran konvensional, konsumen diletakkan sebagai obyek untuk mencapai target penjualan semata. Konsumen dapat dirugikan karena antara janji dan kenyataannya seringkali berbeda. Setelah perusahaan mendapatkan target penjualan, mereka tidak akan memperdulikan lagi konsumen yang telah membeli produknya dan tidak akan memikirkan kekecewaan atas janji produk yang diumbar kepada konsumen.

  1. Cara pandang terhadap Pesaing

Dalam industri manajemen syari’ah tidak menganggap pesaing sebagai pihak yang harus dikalahkan atau bahkan dimainkan. Tetapi konsepnya adalah agar setiap perusahaan mampu memacu dirinya untuk menjadi lebih baik tanpa harus menjatuhkan pesaingnya. Pesaing merupakan mitra kerja yang turut serta meyukseskan kegiatan-kegiatan yang akan dilaksanakan di lapangan, dan bukan sebagai lawan yang harus dimatikan.

  1. Budaya Kerja dalam Manajemen Syari’ah

Manajemen syariah harus mempunyai budaya kerja yang berbeda dari manajemen konvensional, sehingga mampu menjadi suatu keunggulan  dan nilai tambah dimata masyarakat. Budaya kerja yang harus dikembangkan adalah sebagaimana budaya kerja yang diteladani Rasulullah SAW., yaitu siddiq, amanah, tabligh,dan  fathanah.

Jika semua faktor jiwa kepemimpinan yang telah diterangkan diatas ada pada setiap orang dengan rasa tanggung jawab, maka akan terciptalah mekanisasi roda kepemimpinan yang harmonis, berjalan lancar, dan tertib sehingga dengan demikian keberhasilan dan kemenangan akan mudah dicapai sebagai tujuan utama.

Bagaimanapun keadaan manusia di muka bumi ini tidaklah terlepas dari rasa tanggung jawab, terlebih sebagai pemimpin, pemerintah atau pamong maupun organisasi-organisasi sosial kemasyarakatan lainnya, maka dari segenap pola tingkah laku dan sikap akan dipertanggung jawabkan kepada Allah Swt. Methode, reporting, budgeting dan lainnya merupakan realisasi dari amanat yang diemban sebagai orang pimpinan yang jujur serta bertanggung jawab.

Hal yang paling penting dalam manajemen menurut perspektif  Islam adalah adanya sifat ri’ayah atau jiwa kepemimpinan. Hal ini merupakan faktor yang paling utama dalam konsep manajemen. Watak dasar ini merupakan bagian penting dari manusia sebagai khalifah di muka bumi. Perbuatan yang baik dan memperhatikan apa yang akan diperbuatnya pada hari esok dimaksudkan dengan adanya perencanaan yang tersusun rapi dan teratur untuk memulai suatu tindakan atau aktivitas pada masa yang akan datang, hal inilah yang seharusnya tertanam pada kita sebagai calon seorang pemimpin.

 

Penulis

Sunarji Harahap, M.M.

Dosen  Fakultas Ekonomi Bisnis Islam Universitas Islam Negeri Sumatera Utara dan Pengamat Ekonomi Syariah

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *