suaramedannews.com,Medan- Ketua Pimpinan Wilayah Persatuan Islam (PW Persis), KH.Muhammad Nuh tidak setuju terhadap usulan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Rycko Amelza Dahniel, agar pemerintah mengontrol semua tempat ibadah.
Sebab, menurut dia, radikalisme muncul dari ketidakadilan dan kerusakan moral.
“Kami berpendapat, ketidakadilan dan kerusakan moral serta etika dari kehidupan bernegara menjadi salah satu sebab utama yang menumbuhsuburkan radikalisme dan ekstrimisme. Jadi, radikalisme dan ekstrimisme bukan muncul dari rumah ibadah,” kata M.Nuh dalam keterangannya, Kamis (7/9/2023).
Muhammad Nuh yang juga Anggota DPD RI Perwakilan Sumut itu menegaskan, usulan pengawasan dan pengontrolan aktivitas rumah ibadah oleh pemerintah bisa membuka peluang intervensi negara terhadap hak, kebebasan, dan kemandirian rumah ibadah dan aktivitas keagamaan yang dijamin oleh kontitusi. Ini seakan pemerintah harus lebih superioritas dari institusi agama.
“Pendekatan seperti ini pastinya mendapat reaksi dan resistensi dari pemuka agama,” ujarnya.
Sejalan dengan itu Nuh menambahkan, justru yang harus dijaga dan dikontrol itu, bagaimana situasi dan kondisi yang memicu munculnya ekstrimisme di luar rumah ibadah agar tidak dibawa ke dalam kegiatan rumah ibadah.
Lebih baik di kontrol tempat-tempat atau aktivitas yang mengarah kepada kemaksiatan dan tidak sesuai dengan nilai-nilai akhlak bangsa,”tegas Muhammad Nuh.
Sejalan dengan Hal ini, Sekretaris PW.Persis Abdul Aziz yang juga Wakil Sekretaris Komisi Ukhuwah Islamiyyah MUI Provinsi Sumatera Utara bila hal ini dilakukan tentunya akan berakibat jangka panjang kepada kualitas moral generasi milenial sebagai pengganti dan penerus estafeta kepemimpinan bangsa.
Sejalan dengan pernyataan Pengurus MUI Pusat KH.M.Cholil Nafis Ph.D tentang bagaimana pemerintah mengontrol rumah ibadah.
Beliau mengatakan saya tidak setuju bahkan MUI juga tidak setuju tentang hal itu.
Karena hubungan agama dan negara mengayomi kebebasan umat beragama untuk melaksanakan ibadah sesuai dengan agamanya masing-masing.
Kalau sifatnya mengontrol berarti disitu tidak ada lagi kebebasan itu cenderung hanya melegitimasi terhadap pemerintah, mungkin kritik pun susah sehingga sulit meluruskan.
Oleh karena itu biasanya adanya kedzaliman dan pemaksaan dari pemerintah terhadap umat beragama.
Kembalikan pada UUD, kita jamin umat beragama melaksanakan ajaran agamanya.
Kritik-kritik tentunya diperlukan untuk kebaikan, kalau ada yang melanggar hukum tentunya kita punya instrumen bagaimana penegakan hukum.
Intinya Majelis Ulama Indonesia menolak pemerintah mengontrol rumah ibadah dan berharap kembali kepada Undang-Undang Dasar bahwa pemerintah melindungi, menjamin , setiap orang memeluk agama dan beribadah sesuai keyakinan masing-masing serahkan kepada Ormas keagamaan untuk melakukan pembinaan dan jadikanlah Ormas itu sebagai mitra pemerintah ,” tegas KH.M.Cholil.
Baik Muhammad Nuh dan Abdul Aziz sepakat dengan pernyataan KH. Cholil Nafis bahwa MUI adalah tenda besar Umat Islam yang melakukan pembinaan umat serta mitra Ormas-ormas.
(Reporter:Anto/Editor:Supriadi)