Mengenang Pahlawan Nasional Haji Agus Salim: The Grand Old Man

Oleh : Abdul Aziz , Sekretaris PW. Persatuan Islam ( PERSIS ) Sumut

suaramedannews.com,Medan- Pejuang kemerdekaan Indonesia itu telah dipanggil ke haribaan Tuhan yang Maha Esa pada tanggal 4 November 1954 di Jakarta, atas jasa-jasanya yang luar biasa, Pemerintah Republik Indonesia menetapkan beliau sebagai salah seorang pahlawan Nasional Indonesia pada tanggal 27 Desember 1961 Melalui Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor. 657 tahun 1961.

Haji Agus Salim lahir di Koto Gadang, Kabupaten Agam, Provinsi Sumatera Barat 8 Oktober 1884, menguasai 9 bahasa dengan fasih.
Dirinya dikenal sebagai diplomat ulung disegani di kancah internasional.

Beliau berperan merancang UUD 1945 bersama 18 orang lainnya yang dipimpin Soekarno.
Jasanya yang sangat gemilang adalah melalui diplomasinya yang piawai memperkenalkan negara Indonesia yang baru saja meraih kemerdekaan.
Kiprahnya di forum internasional pada 23 Maret 1947 ketika dirinya ditunjuk sebagai wakil ketua delegasi RI di Inter – Asian Relations Conference di India.
Konferensi diselenggarakan atas prakarsa PM India Pandit Jawaharlal Nehru.

Dikalangan diplomatik KH Agus Salim dikenal dengan julukan The Grand Old Man, yakni bentuk pengakuan atas prestasinya di bidang diplomasi (detik hikmah).

Haji Agus Salim Dimata Para Tokoh

Banyak tokoh mengakui kehebatan Haji Agus Salim, termasuk Buya Hamka.
Beliau menyebut Agus Salim adalah anugerah Tuhan yang diberikan kepada bangsa Indonesia.
“Itulah seorang manusia yang nilainya sama dengan sejuta manusia. Bahkan lebih,” kata Buya Hamka

Agus Salim adalah seorang filosof, wartawan, orator, politikus, pemimpin rakyat dan ulama intelek.

” Jarang-jarang Tuhan memberikan manusia semacam itu ke alam ini, apalagi kepada suatu bangsa,” katanya.

Ditengah kesederhanaannya Haji Agus Salim mampu membawa bangsa ini merdeka. Ia berjuang sekuat tenaga keliling dunia untuk meyakinkan dunia internasional bahwa Indonesia sudah merdeka.

Prof. William Schermerhorn salah seorang pemimpin delegasi Belanda dalam perundingan Linggarjati, memiliki penilaian khusus tentang sosok H. Agus Salim.
Menurut dia, H. Agus Salim adalah sosok orang yang sangat pandai, jenius dan menguasai sembilan bahasa, tapi dia punya satu kelemahan,” yaitu selama hidupnya melarat,” tulis Schermerhorn dalam catatan hariannya, 1 Oktober 1946 (kompas.tv).

Jakob Oetama, Pendiri Kompas dan Presiden Direktur Kelompok Kompas-Gramedia menyebut Agus Salim dan para Bapak Bangsa lainnya unggul dalam pemikiran dan kecendikiawanan. Tokoh-tokoh itu dalam pemikiran dan pemahaman masalah-masalah besar kemasyarakatan tidak kalah dari para suku bangsa dan negara masa itu.

Moeslim Abdurrahman, cendikiawan muslim, menilai Agus Salim adalah sumur intelektualitas dan kearifan yang pernah kita miliki, tetapi sering kita lupakan, tugas para ilmuwan muda bangsa ini untuk menimbanya kembali, sebab intelektualitas Agus Salim telah dibuktikan lahir bukan dari spekulasi akademis, tetapi dari bagian lahirnya bangsa ini.

Tentu tidak salah bila kita kembali menghayati Pasal 33 ayat (3) UUD 1945
“bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Ironinya, saat ini bumi, air dan kekayaan alam dikuasai oleh segelintir orang saja.
Kesenjangan sosial semakin lebar; ada 1% orang Indonesia jumlah kekayaanya sama dengan 46,1% total kekayaan seluruh penduduk Indonesia.

Lihatlah tragedi Rempang betapa pilunya hati ini melihat anak negeri akan terusir dari tanah leluhurnya, yang telah mereka diami turun temurun lebih dari 300 tahun jauh sebelum Indonesia ada, untuk itu saatnya perlu perubahan, dan kitalah pewaris yang sah negeri ini.

(Reporter:Anto/Editor:Supriadi)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *