H. Rosihan Anwar, Begawan Pers Indonesia Lintas Zaman

suaramedannews.com,Medan- Kalau Mochtar Lubis dijuluki tokoh pers legendaris hingga “Wartawan Jihad”.
Tokoh kita kali ini adalah H. Rosihan Anwar yang dikenal sebagai begawan pers dan Ayatollah nya wartawan Indonesia.
“Tidak ada yang dapat menghentikan Rosihan Anwar Menulis kecuali Tuhan”.

Itulah kalimat yang pantas kita sematkan kepada begawan pers yang satu ini.
Beliau menghembuskan nafas terakhir, dipaggil Sang Pemutus kenikmatan pada 14 April 2011 pada usia 89 tahun di Jakarta.

Rosihan Anwar adalah sebaik-baik wartawan yang lahir dari rahim Ibu Pertiwi Indonesia.
Setia menekuni profesi dan konsisten bersikap kritis sesuai amanat profesi.
Ia tak pernah diam menghadapi berbagai ketimpangan dan ketidak adilan.

Salah satu dari sedikit tokoh pers Indonesia yang amat penting, dedikasi, pengabdian dan kesetiannya tidak diragukan.
Produktivitasnya tiada banding.

Memulai karir jurnalistik dengan menjadi wartawan di Harian Asia Raya pada tahun 1943.
Beliau merupakan jurnalis lintas masa, berkarir sejak masa penjajahan Jepang hingga era reformasi.

Kiprahnya sebagai wartawan melekat dalam banyak momen sejarah bangsa Indonesia. Seperti ketika berboncengan sepeda dengan Letnan Kolonel Soeharto menemui Jenderal Besar Sudirman menyiapkan Serangan Oemoem 1 Maret 1949 di Yogyakarta.

Dalam sejarah pers Nasional, Rosihan ikut mendirikan PWI di Solo 9 Februari 1946.
Kariernya maju pesat hingga dikenal sebagai begawan pers Wartawan Indonesia.

Merupakan anak keempat dari sepuluh bersaudara pasangan Anwar Maharaja Sutan dan Siti Safiah, menyelesaikan Sekolah rakyat (HIS) dan SMP (MULO) di Padang. Kemudian melanjutkan pendidikannya ke AMS-A (SMA).di Yogyakarta.

Dari saat itulah Rosihan mengikuti berbagai pelatihan di dalam maupun luar negeri, termasuk di Universitas Yale and School of Journalism di Universitas Columbia, New York City, Amerika Serikat.

Rosihan Anwar, suami dari Siti Zuraida binti Mochamed Sanawi lahir bumi Sari Natar, Sirukam, Kabupaten Solok, Provinsi Sumatera Barat, 10 Mei 1922.

Menilik rekam jejak tokoh – tokoh besar besar tidak terlepas dari peran sang pendamping.
Peran Zuraida tidak bisa dilepaskan dalam perjalanan hidup Rosihan.
Kisah pasangan belahan jiwa ini memang mengawetkan pandangan” di balik sukses tokoh besar terdapat peran istri yang sangat luar biasa”.

Hubungan cinta kasih pasangan itu bersemi di masa revolusi kemerdekaan. Ibu Zuraida masa itu tinggal di Yogyakarta. Pak Ros pernah membuka rahasia, mengapa dulu sering sekali meliput perjalanan Perdana Menteri (PM) Syahrir bolak balik Jakarta-Yogyakarta. Itu karena separuh panggilan tugas, separuh lagi panggilan cinta, guraunya.
Cinta pasangan ini tak pernah luntur hingga ajal memisahkan.

Karir:

Reporter Asia Raya, (1943-1945)

Redaktur harian Merdeka, (1945-1946)

Pendiri / Pemred harian Pedoman (1948-1961 dan 1968-1974)

Kritikus film.

Koresponden haria the Age, Melbourne, harian Hindustan Times New Delhi, Kantor Berita World Forum Features, London, mingguan Asean, Hongkong (1967-1971)

Pemred harian Pedoman, (1968-1974)

Koresponden The Straits, Singapura dan New Straits Times, Kuala Lumpur (1976-1985)

Begitu banyaknya aktifitas seorang Rosihan Anwar dari jurnalis, menulis buku, novel, film, dan jurnalis di berbagai harian sangat pantas Pemerintah Republik Indonesia menyematkan penghargaan, beliau mendapatkan :

Bintang Mahaputra III (1974)

Bintang (The Order of the Knights)

Piagam Penghargaan Pena Emas PWI Pusat (1979)

Third ASEAN awards in Communication (1993)

Anugerah Kesetiaan Berkarya sebagai Wartawan (2005)

Life Time Achiebement (2007).

Rosihan Anwar telah meninggalkan legacy yang sangat berharga buat bangsa Indonesia tentu ini harus menjadi suluh buat generasi berikutnya.

Abdul Aziz: Pemerhati Sejarah.

( Reporter:Anto/Editor:Supriadi )

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *