DIGITALISASI ZAKAT

Suaramedannews.com – Zakat sebagai salah satu pilar dalam perekonomian Islam dalam pengentasan kemiskinan. Zakat tidak dipandang sebagai suatu bentuk ibadah ritual semata, tetapi lebih dari itu, zakat juga merupakan institusi yang akan menjamin terciptanya keadilan ekonomi bagi masyarakat secara keseluruhan. Jadi dimensi zakat tidak hanya bersifat ibadah ritual saja, tetapi mencakup juga dimensi sosial, ekonomi, keadilan dan kesejahteraan. Zakat juga merupakan institusi yang menjamin adanya distribusi kekayaan dari golongan yang mampu kepada golongan yang kurang mampu.

Digitalisasi zakat menjadi upaya yang dilakukan pemerintah di tengah perkembangan teknologi era revolusi industri 4.0. Selain sebagai upaya antisipatif, manajemen zakat digital ternyata memiliki manfaat dan kemudahan yang lebih efektif dan efisien. Tidak hanya itu, digitalisasi diperkirakan dapat meningkatkan pendapatan zakat. Potensi zakat di Indonesia sangat besar, mencapai Rp327 triliun pertahun merupakan tantangan bagi Badan amil zakat dalam memaksimalkan kinerjanya sehingga dana zakat tersebut dapat bermanfaat dalam mengentaskan kemiskinan yang menjadi parameter golongan mustahik. Adanya program zakat produktif menjadi salah satu sarana untuk mengentaskan kemiskinan, dengan mengubah mustahik menjadi muzaki dalam jangka waktu tertentu.

Pemanfaatan teknologi pada zakat sangat relevan dalam meningkatkan capaian kinerja pengelolaan zakat. Lewat teknologi, para muzakki (orang yang memiliki kewajiban membayar zakat) dapat mengetahui proses pendistribusian yang dilakukan lembaga amil zakat kepada para mustahik (penerima zakat). Upaya ini sudah banyak dilakukan oleh lembaga amil zakat di Indonesia. para muzakki semakin mudah mendapatkan informasi terkait pendistribusian zakat, sehingga akan semakin menumbuhkan kepercayaan para muzakki kepada lembaga zakat. proses digitalisasi zakat ini mendongkrak kenaikan pengumpulan zakat secara tajam. Setiap tahunnya pengelolaan zakat Kenaikan rata-rata zakat digital sebesar 10 – 13 %. Pada Konferensi World Forum Zakat yang dilaksanakan pada November 2019 lalu menyepakati untuk mendorong pemanfaatan teknologi digital dalam pengelolaan zakat, khususnya Negara Indonesia merupakan salah satu negara yang sudah maju dalam penggunaan digital, terutama dalam bidang pengumpulan zakat.

Penyaluran zakat dengan sistem digital akan lebih efektif dan efisien. Hal ini akan sejalan dengan tujuan pengelolaan zakat dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat dalam Pasal 3 disebutkan bahwa “Pengelolaan zakat bertujuan untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan dalam pengelolaan zakat dan meningkatkan manfaat zakat untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan penanggulangan kemiskinan”. Dengan digitalisasi zakat selain memudahkan pihak pengelola zakat, diharapkan dapat meningkatkan jumlah muzakki dalam pembayaran zakat, karena mengingat kemudahan dan kepraktisan pembayaran zakat melalui sistem digital
Digitalisasi zakat yang pertama digital finance itu bisa mampu membuat pengumpulan atau pengelolaan zakat dilakukan dengan efektif, transparansi dan masif, akhirnya digitalisasi mampu meningkatkan keamanan pengumpulan dan pengelolaan zakat. Indonesia, sebagai negara berkembang, memiliki populasi terbesar keempat di dunia dengan penduduk 280 juta orang pada saat ini dan RISSC mencatat, jumlah populasi muslim di Indonesia mencapai 240,62 juta jiwa. Jumlah ini setara 86,7% . Sebagai negara muslim terbesar, tidak diragukan lagi Indonesia memiliki potensi zakat yang sangat besar.

Tentunya terdapat beberapa faktor yang menyebabkan belum optimalnya atau rendahnya pengumpulan zakat di Indonesia.. Baznas sebagai badan yang mengumpulkan, mengelola, dan menyalurkan dana publik wajib menyampaikan transparansi capaian kinerja ke publik. Esensi pengelolaan zakat melalui institusi amil adalah bagaimana mengefektifkan program penyaluran zakat yang memiliki dampak positif terhadap kesejahteraan mustahik (kelompok penerima zakat). Sejumlah studi membuktikan bahwa penyaluran zakat secara langsung dari muzakki (wajib zakat) kepada mustahik memiliki dampak yang kurang signifikan dibandingkan dengan apabila penyaluran zakat tersebut dilakukan dengan melibatkan peran amil zakat dalam mengintermediasi muzakki dan mustahik. Namun demikian, harus diakui bahwa kualitas program penyaluran zakat ini perlu untuk terus ditingkatkan. Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) dan Lembaga Amil Zakat (LAZ) perlu untuk meningkatkan kapasitasnya dalam menyalurkan zakat, baik untuk program yang bersifat konsumtif dan jangka pendek, maupun untuk program-program yang bersifat produktif, memberdayakan, dan memiliki dampak pada jangka panjang BAZNAS akan terus memanfaatkan kanal-kanal digital untuk menggandeng para muzakki. Optimalisasi jaringan media sosial juga terus ditingkatkan agar menjadi upaya “jemput bola” bagi penerimaan zakat.

Digitalisasi zakat akan sangat memberikan manfaat bagi badan amil maupun bagi calon mustahik. Karena proses pengumpulan menjadi lebih mudah, cepat, dan efisien. Pengelolaan zakat juga lebih efisien, transparan dan masif. Tidak banyak yang digunakan untuk administrasi, konsumsi, dan biaya marjinal lainnya. Dengan digitalisasi, pengumpulan zakat akan dapat menjangkau kaum milenial dalam jumlah sangat besar. Selain itu, mobilisasi pembayaran zakat juga dapat diintegrasikan secara profesional. Kepercayaan dan minat masyarakat pembayar zakat (muzakki) juga akan meningkat. Dengan demikian, banyaknya jumlah zakat yang berhasil dikumpulkan melalui aplikasi digital diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan mustahik. Dalam Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 Bab III Pasal 6 dan Pasal 7 menyatakan bahwa lembaga pengelolaan zakat di Indonesia terdiri dua macam yakni Badan Amil Zakat (BAZ) dan Lembaga Amil Zakat. Untuk mengakomodir perkembangan potensi zakat di Indonesia, maka pemerintah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 mengatur tentang pengelolaan zakat Lembaga amil zakat yaitu lembaga yang membantu BAZNAS dalam pelaksanaan, pengumpulan, pendistribusian dan pendayagunaan zakat. Dengan adanya lembaga amil zakat, maka proses pengumpulan dan penyaluran zakat dapat lebih mudah terarah dan tertib.

Mustahik dapat merasakan manfaatnya secara adil, distribusinya akan lebih merata tetapi sebaliknya akan terjadi apabila diserahkan secara langsung kepada muzakki, walaupun secara hukum Syariah sah-sah saja.

Majunya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan wujud dari pengaruh globalisasi. Globalisasi telah membawa pengaruh di berbagai aspek kehidupan manusia, yang dimana pada era ini salah satunya ditandai dengan penggunaan dan pemanfaatan teknologi digital yang menjadikan interaksi manusia antar regional maupun global semakin dekat, seakan tanpa batas (borderless). Teknologi digital adalah sebuah proses peralihan sistem kerja yang pengoperasionalannya tidak menggunakan tenaga manusia melainkan telah beralih menjadi otomatis dan canggih dengan sistem komputer Perkembangan teknologi digital ini didukung dengan munculnya berbagai jenis alat komunikasi yang modern dan canggih yang semakin meningkatkan minat masyarakat untuk menggunakannya karena selain modern dan canggih sebagian besar alat komunikasinya sangat praktis dapat digunakan kapanpun dan dimanapun. Hal tersebutlah yang menyebabkan semakin majunya perkembangan dunia digital. Fenomena dari penggunaan dan pemanfaatan teknologi digital bukan hanya terjadi di negara maju saja, tetapi juga terjadi di negara berkembang seperti di Indonesia. Di Indonesia perkembangan penggunaan dan pemanfaatan teknologi digital semakin meningkat.

Zakat adalah salah satu sektor penting dalam filantropi Islam. Sebagai rukun Islam ketiga, zakat wajib dibayarkan oleh setiap Muslim yang memenuhi syarat (muzakki) untuk menyucikan hartanya dengan cara menyalurkan zakatnya kepada mustahik (penerima zakat). Zakat ini tidak hanya berfungsi untuk menolong perekonomian mustahik, tetapi juga dapat menjadi instrumen penyeimbang dalam sektor ekonomi nasional. Dalam jangka panjang, tujuan utama zakat adalah mentransformasi para mustahik menjadi muzakki. Hal ini menunjukkan bahwa zakat sangat berpotensi untuk mengatasi kesenjangan ekonomi dan kemiskinan di suatu negaraZakat sebagai salah satu bagian dari rukun Islam mengalami transformasi yang luar biasa dalam kegiatannya. Dimana dahulu para Muzakki hanya dapat menyalurkan zakat melalui Amil secara langsung, tetapi pada saat ini para muzakki dapat menyalurkan zakatnya menggunakan platform pembayaran yang terletak di gawai mereka.

Perubahan ini dilakukan karena adanya perkembangan teknologi yang sangat pesat sehingga membuat sebagian besar masyarakat Indonesia beralih menggunakan teknologi digital untuk segala aktivitasnya pada saat ini. Dengan adanya digitalisasi zakat tersebut pastinya para Amil zakat mengharapkan dapat membantu dalam mempermudah para muzakki untuk menyalurkan zakatnya, ditambah lagi dengan pengguna teknologi digital yang cukup besar sehingga bisa menjadi peluang untuk memperluas jangkauan penyalur Zakat.

Setidaknya ada tiga penyebab rendahnya penghimpunan dana zakat nasional. Pertama, rendahnya kesadaran muzakki untuk membayar zakat, rendahnya kepercayaan masyarakat terhadap organisasi pengelola zakat, baik yang publik (BAZNAS) maupun yang privat (LAZ), dan perilaku pembayar zakat yang masih amat karitatif, yaitu berorientasi jangka pendek, desentralistis, dan interpersonal. Kedua, basis zakat yang tergali masih terkonsentrasi pada beberapa jenis zakat tertentu, seperti zakat fitrah dan zakat profesi. Ketiga, masih rendahnya insentif bagi wajib zakat untuk membayar zakat. Namun demikian, sampai saat ini keadaan tersebut belum berubah banyak.

Kita dapat melihat cerminan dari aplikasi surah At-Taubah: 103 akan menghasilkan pengorganisasian zakat yang baik. Kata khuz dalam ayat tersebut mengindikasikan peran pemerintah memiliki otoritas untuk mengambil dan mengembangkan harta zakat. Harta tersebut tersebut tidak akan bisa dioptimalisasikan jika tidak ada suatu organisasi yang memanegenya. Sampai disini, dibutuhkan peran SDM yang kompatibel untuk mengurusi manajemen pengelolaan zakat.

Adapun kriteria SDM tersebut adalah muslim yang mempunyai kapabilitas dalam bertugas, memahami posisi dan perannya sebagai pengelola dana zakat dan amanah.

Standarisasi tersebut sesuai dengan apa yang termaktub dalam Surah Yusuf [12]: 55, “Berkata Yusuf:”Jadikanlah aku bendaharawan negara (Mesir); sesungguhnya aku adalah orang yang pandai menjaga lagi berpengetahuan”.

Agar program zakat produktif dapat berjalan dengan efektif dan terjadi peningkatan kesejahteraan masyarakat miskin secara signifikan, diperlukan upaya dari seluruh umat Islam baik pemerintah, badan amil zakat, masyarakat di Indonesia, dalam mengembangkan zakat sesuai dengan potensinya, sehingga zakat dapat dimanfaatkan sesuai dengan fungsinya.

Jika melihat sejarah pengelolaan zakat pada zaman Nabi Muhammad SAW, yang mana pengelolaannya dilakukan dengan cara yang sigap dan disiplin. Amil yang ditunjuk untuk menjalankan tugasnya pun adalah mereka yang amanah, jujur, dan akuntabel. Dengan pengelolaan zakat yang optimal seperti ini tentu akan menjadi langkah awal dalam membawa kedamaian pada struktur sosial dan ekonomi negara. Selain itu dalam pengelolaan zakat yang dilakukan Nabi Muhammad SAW, yaitu tidak menunda-nunda penyaluran zakat. Ketika zakat diterima di pagi hari, maka sebelum siang rasul telah membagikannya kepada mustahiq, dan ketika zakat diterima di siang hari maka sebelum waktu malam tiba zakat tersebut telah disalurkan. Hal tersebut dilakukan supaya pengelolaan zakat menjadi transparan dan dapat mencegah timbulnya tindakan korupsi. Dengan melihat sejarah pengelolaan zakat yang dilakukan oleh Nabi Muhammad saw, dimana semua dilakukan dengan penuh kedisiplinan, transparansi serta akuntabel maka hal ini tentunya sejalan dengan fungsi dari hadirnya sebuah inovasi sistem digital yang berkembang saat ini, yang mana dengan penggunaan sistem digital dapat menghadirkan suatu data-data yang transparan, cepat dan akuntabel.

Dengan memanfaatkan sistem digital akan memudahkan para muzakki untuk membayar zakat terkhusus lagi ketika pandemi yang tidak mengharuskan untuk ke kantor zakat ketika hendak membayar zakat, selain itu juga dari pihak pengelolaan zakat pun akan merasa lebih mudah dan praktis dalam penyaluran zakat karena datadata dan lainnya dapat diakses dengan mudah dan cepat.

 

Sunarji Harahap, M.M.
Dosen FEBI UIN Sumatera Utara / Guru Best Teacher SMA Unggulan Al Azhar Medan / Penulis Mendunia / Pengamat Ekonomi / Pengurus IAEI Sumut / Ketua Dewan Penasehat FOGIPSI Sumut / Ketua DPP GEMAR HIAS

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *